Rabu, 14 Januari 2015

Kisah BUDAK dapat PUTRI CANTIK jelita

Di Kota Moro, ada seorang lelaki yang biasa dipanggil Nuh bin Maryam. Ia merupakan pemimpin Negara. Kepemimpinannya penuh dengan kebaikan, berwibawa dan disukai banyak orang. Ia memiliki seorang putri yang cantik. Banyak para pembesar, pemimpin Negara, dan para hartawan yang datang untuk meminangnya. Akan tetapi, tiada seorang pun yang berkenan baginya. Ia pun bingung untuk memilihkan calon suami bagi putrinya.

Nuh bin Maryam memiliki seorang budak hitam dari India bernama Mubarak. Nuh bin Maryam juga memiliki pohon-pohon dan beberapa kebun. Suatu ketika, ia berkata pada budaknya itu, “Pergilah ke kebun-kebunku dan jagalah buah-buahnya.” Budak itupun menuruti perintahnya dan tinggal di kebunnya selama dua bulan.

Suatu hari,Nuh bin Maryam datang untuk melihat kebun-kebunnya. Ia duduk di bawah sebuah pohon yang rindang untuk beristirahat, ujung matanya terus menatap berbagai buah yang sedang ranum. Ia pun melirik kepada budaknya dan berkata, “Hai Mubarak, beri saya setangkai buah anggur itu.” Budak itu lekas berlalu, dan kembali kepadanya dengan setangkai anggur yang dimintanya. Nuh bin Maryam menerima buah itu darinya, tetapi ternyata buah itu terasa kecut. Ia pun segera bertanya kepada budaknya, “Hai Mubarak, kamu memberiku anggur yang masih kecut. Beri aku anggur yang lain!”

Mubarak pun segera berlalu untuk kedua kalinya, dan datang dengan membawa setangkai anggur lainnya. Nuh bin Maryam segera memakannya dan ia mendapati lagi buah yang terasa kecut. Hampir saja kemarahannya meletup, kalau saja ia tidak segera bersikap lembut dan tenang. Ia menatap wajah Mubarak dan berkata, “Mengapa engkau tidak memberiku anggur yang manis, sedang kebun ini penuh dengan berbagai macam buah anggur?”


Mubarak menjawab dengan polos dan jujur, “Tuanku, aku tidak tahu mana yang manis dan mana yang kecut.” Kagetlah tuannya itu mendengar pernyataan Mubarak, bagaimana mungkin tukang kebun tidak bisa membedakan antara yang manis dan yang kecut. Lalu, ia kembali bertanya kepada Mubarak, “Engkau sudah dua bulan bekerja di kebun, bagaimana mungkin tidak tahu yang manis dan yang kecut?”

Mubarak menjelaskan untuk meyakinkan tuannya, sekaligus bersumpah bahwa ia benar-benar tidak tahu mana yang manis dan mana yang kecut. Sebab, ia tidak pernah memakan satu biji pun buah yang ada dalam kebun tersebut. Bertambahlah rasa heran tuannya mendengar penjelasan itu, sambil berucap, “Engkau belum pernah memakannya? Apa yang membuatmu enggan untuk memakan buah-buah yang ada di hadapanmu?” Mubarak kembali menjawab panjang lebar, “Tuan menyuruhku untuk menjaga kebun-kebun ini, tetapi tidak menyuruhku untuk memakannya. Aku hanya melaksanakan apa yang Tuan perintahkan. Aku tidak ingin mengkhianati Tuan dan melanggar perintahmu. Tidak ada sesuatu pun yang bisa disembunyikan dari Allah baik di langit maupun di bumi,”

Nuh bin Maryam terkagum-kagum kepada sifat wara’, amanah, jujur, dan keteguhan agama budaknya itu. Ia menundukkan sedikit kepalanya, pikirannya berputar pada banyak hal, dan akhirnya terpaku pada masalah yang sedang merundungnya.  Lalu, muncullah dalam pikirannya bahwa anaknya yang cantik, yang menampik para pembesar dan bangsawan untuk menikahinya, merupakan hadiah terbaik yang patut dipersembahkan kepada budak jujur dan baik ini. Ia sangat layak mendapatkan gadis cantik ini. Sangat indah jika disandingkan antara si cantik nan rupawan dengan si jujur yang amanah. Tetapi, Nuh bin Maryam memohon kepada Allah untuk menjauhkan akibat-akibat itu jika ada.

Nuh bin Maryam kemudian menoleh kepada Mubarak dan berkata, “Hai Mubarak, aku memiliki sebuah urusan. Utarakanlah pendapatmu tentangnya. Sebab, aku melihatmu memiliki ilmu.” Mubarak menjawab, “Semoga engkau mendapat rahmat wahai Tuanku. Aku hanyalah seorang budak. Perintahkan apa yang engkau mau dariku, aku akan melaksanakan segala perintahmu sesuai dengan kemampuanku.”

Nuh bin Maryam berkata lagi, “Baiklah, Aku memiliki seorang anak gadis. Ia merupakan tanda-tanda kebesaran Allah dalam hal kecantikan dan kesempurnaannya. Sudah banyak para pembesar, bangsawan, dan hartawan yang datang untuk meminangnya. Itu membuatku bingung untuk menikahkannya, siapa yang harus ku pilih. Beri aku pendapat mengenai hal ini.”

Mubarak berkata, “Wahai Tuanku, orang-orang pada zaman jahiliyah menginginkan keturunan, nazab dan harta. Sementara orang yahudi dan nasrani menginginkan keindahan dan kecantikan. Sedang pada zaman Rasulullah Saw, orang-orang menginginkan agama dan ketakwaan. Sementara itu, orang-orang pada zaman kita menginginkan harta dan kedudukan. Pilihlah untukmu dan untuk putrimu sesuai yang engkau inginkan.”

Nuh bin Maryam memandangi wajah Mubarak, ia menemukan perkataan budak itu sebuah hikmah yang tidak bisa diucapkan kecuali oleh para pujangga dan orang bijak. Hal itu membuatnya bertambah cinta dan terpikat. Ia berkata kepada Mubarak, “Hai Mubarak, Aku menginginkan orang yang beragama dan bertakwa.” Kemudian ia melanjutkan perkataannya, “Dan aku menemukan engkau seorang yang beragama, jujur dan bertakwa. Aku berniat untuk menikahkanmu dengannya.”

Mubarak menjawab, “Tuanku, aku hanyalah seorang yang miskin, hitam dan engkau telah membeliku dengan hartamu. Bagaimana mungkin engkau menikahkan aku dengan puterimu. Bagaimana mungkin  ia bisa menerimaku.”

Sebenarnya inilah masalah yang selalu mengganggu pikiran Nuh bin Maryam. Akan tetapi, ia sudah berjanji kepada puterinya untuk memilihkan lelaki yang soleh, bertakwa, dan mengesampingkan kecantikan yang dimiliki anaknya. Oleh karena itu, cita-citanya semakin kuat untuk mengabulkan keinginan anak gadisnya itu. Keridhaan puterinya untuk menikah adalah keridhaannya juga.

Nuh bin Maryam lalu menoleh kearah Mubarak sambil berkata, “Ikut aku!”. Mereka berdua masuk ke rumah Nuh bin Maryam tanpa pengantar dan tanpa perantara. Nuh berkata kepada puterinya,Hai anakku dengarlah, aku melihat anak mudah ini seorang yang bertakwa, jujur dan soleh. Aku berkeinginan menikahkanmu dengannya, bagaimana menurutmu?

Anak gadis itu langsung menjawab, Aku puterimu, aku serahkan semua urusanku kepadamu. Aku tidak akan pernah menyalahimu dan menentangmu. Aku ridha sebagaimana engkau ridhai ia untukku. Sementara itu ibu gadis itu juga setuju dengan pilihan itu. Singkat cerita mereka berdua pun menikah. Nuh bin Maryam memberikan kepada puterinya harta yang banyak dan cukup untuk hidup mereka berdua. Mubarak dan puteri itu hidup dengan senang dan penuh dengan kebahagiaan dan keridhaan.


Tak lama dari pernikahan ini, mereka berdua dikaruniahi seorang anak laki-laki yang diberi nama Abdullah. Kemudian terkenal dengan nama Abdullah bin Mubarak. Ia sangat di kenal oleh para ulama. Semoga Allah meridhai Abdullah bin Mubarak dan kita mendapatkan manfaat dari ilmunya. Itulah buah dari kejujuran yang didahulukan di dunia sebelum nanti di akhirat.

BERMANFAAT???
Jika bermanfaat silakan di SHARE ya ke Facebook atau sosmed lainnya
Terimakasih semoga sebagai jalan kebaikan untuk kita semuanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar