Jumat, 16 Januari 2015

Anjuran untuk MENIKAH



Mengapa harus menikah?. Pernikahan merupakan perjanjian perkawinan yang dilaksanakan oleh dua orang (pria dan wanita) dengan tujuan meresmikan ikatan perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Apabila ada seorang Pria dan Wanita sedang menjalin asmara, alangkah baiknya jika meneruskannya ke jenjang pernikahan  sebelum terjerumus pada jalur kemaksiatan. Mengapa harus menikah? Padahal tanpa nikah pun saya juga bisa memiliki pasangan. OOOwww itu salah.

Perlu anda ketahui, pada dasarnya manusia adalah mahluk “Zoon Politicon” artinya manusia selalu bersama manusia lainnya dalam pergaulan hidup dan kemudian bermasyarakat.  Hidup bersama dalam masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa bagi manusia dan hanya manusia yang memiliki kelainan saja yang ingin hidup mengasingkan diri dari orang lain. Salah satu bentuk hidup bersama yang terkecil adalah keluarga. Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang terbentuk karena pernikahan.

Fitrah manusia adalah hidup berdampingan dengan sesamanya. Mungkin ada manusia yang nyaman hidup sendiri, tetapi pasti di dalam hatinya terselip rasa sepi, ia ingin ditemani, ia butuh orang lain di dalam hidupnya. Inilah keindahan dalam syariat Islam, sampai hal yang seperti ini pun difasilitasi. Ya, itulah pernikahan yang akan menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat kepada Allah Swt terutama perbuatan zina. Maka dari itulah Allah Swt memerintahkan hamba-Nya untuk menikah.

Maka dari itu Menikahlah!!! Mengapa tidak. Seharusnya sikap seperti inilah yang harus senantiasa tertanamkan dalam diri seseorang, khususnya diri seorang muslim. Karena menikah merupakan perintah Allah sekaligus menjadi sunnah para Nabi dan petunjuk para Rasul. Mereka itulah para pemimpin yang harus kita ikuti petunjuknya.

 Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya, kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu, dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan…” (QS. Ar-Rad 13: 38)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi bersumber dari Abu Ayyub radhiyallahu Anhu disebutkan, bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Empat hal yang termasuk sunnah para Rasul ialah, memakai pacar, memakai parfum, siwak dan nikah”

Islam memandang pernikahan sebagai bagian yang utuh dari keberagamaan seseorang, artinya dengan seseorang beragama islam pada saat yang sama kepadanya dikenakan aturan pernikahan. Rasulullah Saw telah bersabda, “Apabila seseorang melaksanakan pernikahan, berarti telah menyempurnakan separuh agamanya, maka hendaklah ia menjaga separuh yang lain dengan bertakwa kepada Allah.” (HR. Baihaqi dari Anas bin Malik)

Demikian juga pengarahan dari Nabi Saw, “Menikah adalah sunnahku, maka barang siapa tidak suka dengan sunnahku, ia bukan termasuk golonganku. Menikahlah, karena aku akan membanggakan jumlahmu yang banyak di hari akhir nanti.” (HR. Ibnu Majah dari Aisyah r.ha)

Berikut ini hadits Anas bin Malik ra. Ia berkata, “Ada tiga kelompok orang bertemu ke rumah salah satu isteri Nabi Saw. Mereka menanyakan tentang ibadah Nabi. Setelah diberi tahu, mereka seolah menyepelekannya. Mereka berkata, “Bagaimana posisi kami dibanding Nabi, sebagai orang yang dosanya dimasa lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah?”

Salah seorang mereka ada yang berkata, “Aku selalu shalat malam.” Yang lain berkata, “kalau aku selalu berpuasa.” Dan yang lainnya berkata, “kalau aku, selalu menjauhi wanita dan tidak menikah untuk selamanya.”

Lalu Rasulullah Saw datang, beliau bersabda,“Kalian tadi mengatakan begini dan begitu? Demi Allah aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah diantara kalian. Tetapi meski demikian, aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku pun menikahi wanita. Barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Islam membicarakan masalah pernikahan sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah, sesuai dengan firmannya dalam al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21,Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya diantaranya rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.”

Realita pada masyarakat sekarang, khususnya para pemuda tertanamkan dalam dirinya perasaan ragu-ragu, enggan dan bahkan takut untuk memutuskan melakukan pernikahan lantaran merasa belum sanggup memikul beban dan tanggung jawab didalamnya. Tetapi justru Islam ingin memalingkan pandangannya seraya berusaha meyakinkan, bahwa sesungguhnya Allah Swt akan menjadikan pernikahan sebagai jalan untuk meraih kekayaan, menghilangkan beban-beban tersebut, dan menolongnya dengan kekuatan yang membuat ia sanggup mengatasi sebab-sebab kemiskinan.

Allah Swt berfirman, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas pemberianNya lagi maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)

Alqamah bin Qais menceritakan bahwa suatu ketika ia tengah berjalan bersama Abdullah bin Mas’ud di Mina. Ditengah jalan ia bertemu dengan Utsman, kemudian berbincang-bincang. Utsman berkata kepada Abdullah bin Mas’ud, “Wahai Abu Abdurrahman, tidak maukah engkau aku nikahkan dengan wanita muda agar dapat mengingatkan masa mudamu yang telah lewat?” Abdullah menjawab, “Jika kau berkata begitu, sesungguhnya Rasulullah Saw sendiri pernah bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu diantara kalian hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan (kehormatan). Barang siapa tidak mampu hendaklah berpuasa, karena ia menjadi benteng perlindungan.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)

Sebagian ulama kita memberikan penjelasan bahwa yang di maksud dengan “mampu” dalam hadits diatas adalah kemampuan untuk berjimak. Akan tetapi menilik dari tujuan pernikahan yang sangat agung yaitu menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, maka kesiapan dalam bentuk kemampuan berjimak saja tentulah tidak cukup.

Laki-laki dan perempuan pada kewajaran fitrahnya akan memiliki rasa suka atau tertarik pada lawan jenis. Islam menjadikan pernikahan sebagai jalan terhormat untuk memformat kasih sayang di antara dua jenis manusia. Dengan pernikahan itu pula akan terlahir keturunan secara terhormat. Maka wajar saja jika pernikahan menjadi suatu peristiwa yang diharapkan oleh mereka yang memiliki kesucian fitrah.

“Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang yang saling mencintai seperti halnya pernikahan.” (HR. Hakim dishahihkan dengan syarat muslim)

Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ukaf bin Wada’ah Al-Hilali, “Apakah engkau telah beristeri wahai ‘Ukaf?” ia menjawab, “Belum.” Rasulullah Saw bersabda, “Tidakkah engkau mempunyai budak perempuan?” jawabnya, “Tidak.” Sabda Beliau, “Bukankah engkau sehat lagi berkemampuan?” jawab ‘Ukaf, “Ya, Alhamdulillah.” Maka beliau bersabda,

“Kalau begitu engkau termasuk teman setan. Karena engkau mungkin termasuk pendeta nasrani, lantaran itu berarti engkau termasuk dalam golongan mereka. Atau mungkin engkau termasuk golongan kami, lantaran itu hendaklah engkau berbuat seperti yang menjadi kebiasaan kami, karena kebiasaan kami adalah beristeri. Orang yang paling durhaka diantara kalian ialah yang membujang, dan orang yang mati paling hina diantara kamu ialah kematian membujang. Sungguh celaka kamu wahai ‘Ukaf. Oleh karena itu menikahlah!”

“Wahai Rasulullah,“ jawab ‘Ukaf, ”Aku tidak mau menikah sebelum engkau menikahkan aku dengan orang yang engkau sukai.”

“Kalau begitu, dengan nama Allah dan berkahNya, aku nikahkan engkau dengan Kultsum Al-Khumairi.” (HR. Ibnu Atsir dan Ibnu Hajar).

Amat jelas pengarahan Rasulullah Saw diatas. Orang yang paling durhaka di antara kita adalah yang membujang, dan orang mati yang paling hina diantara kita adalah kematian membujang. Itulah sebabnya Imam Malik berpesan, Seandainya saya akan mati beberapa saat lagi, sedangkan isteri saya sudah meninggal dunia, maka saya akan segera menikah lagi.”

Bahkan lebih tegas lagi Rasulullah Saw memberikan pengarahan kepada ummatnya: “Barangsiapa telah mempunyai kemampuan untuk menikah kemudian dia tidak menikah maka dia bukan termasuk umatku”. (HR Thabrani dan Baihaqi)


Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa pernikahan merupakan bagian dari aplikasi keberislaman seseorang. Inilah rahmat islam bagi semesta alam. Dengan pernikahan tercegahlah kerusakan moral, dengan pernikahan terjagalah keturunan, dengan pernikahan terciptalah ketenangan hidup dan berkah. Maka atas alasan apakah banyak pemuda kita zaman sekarang yang tidak mensegerakan melaksanakan pernikahan, sedangkan mereka telah memiliki kemampuan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar