Selasa, 13 Januari 2015

Kisah CINTA Ali dan Fatimah


Fatimah Az-Zahra adalah wanita cantik yang dilahirkan delapan tahun sebelum hijrah di Mekkah dari Siti Khodijah istri pertama Rosulullah Saw. Fatimah dibesarkan di bawah asuhan ayahnya. Fatimah memiliki pembawaan yang tenang dan perangainya yang melankolis.

Ajaran, bimbingan dan aspirasi ayahnya yang agung itu membawanya menjadi pribadi wanita berbudi tinggi, ramah tamah, simpatik dan tahu mana yang benar. Ia sangat mirip dengan ayahnya, baik roman maupun dalam hal kebiasaan shaleh. Fatimah adalah putri yang paling disayangi Rosulullah.

Pada beberapa kesempatan Rosulullah menunjukan rasa sayangnya kepada Fatimah. “Oh.. Fatimah, Allah tidak suka orang yang membuatmu tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi”. Juga Rosulullah dikabarkan telah berucap, “ Fatimah itu anak saya, siapa yang membuatnya sedih, berarti membuataku juga menjadi sedih, dan siapa yang menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga”.

Aisyah, istri Nabi tercinta juga pernah berkata, “ Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok pribadi yang lebih besar daripada Fatimah, keculi kepribadian ayahnya ”. Atas suatu pertanyaanAisyah menjawab, “ fatimahlah yang paling disayang oleh Rosululloh”. Bahkan Rasulullah sendiri mengatakan bahwa Fatimah akan menjadi “Ratu segenap wanita yang berada di surge”

Maka tak heran jika Abu Bakar dan Umar bin Khattab keduanya berusaha agar dapat menikah dengan Fatimah, Tapi Rosulullah hanya diam mendengar pinangan dari kedua Sahabat beliau itu.
Hingga pada suatu hari Abu Bakar As-Shiddik ra, Umar Ibnu Khattab ra, dan Sa’ad Bin Mu’adz bersama-sama dengan Rosulullaoh SAW duduk di dalam masjid beliau. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain persoalan putri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra.

Saat itu Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar ra, “ Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah kepada Ali bin Abu Thalib?”. Abu Bakar menyatakan kesediannya. Lalu Ia pun beranjak untuk menemui Ali bin Abu Thalib.

Saat Ali melihat datangnya Abu Bakar, dengan sambil tergopoh-gopoh dan terperanjat ia menyambutnya, kemudian bertanya, “ Anda datang membawa berita apa?”. Setelah duduk beristirahat sejenak, Abu bakar segera menjelaskan maksud persoalannya datang menemui Ali. “ Hai Ali, engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya serta memiliki keutamaan lebih dibanding dengan orang lain. Demikian juga engkau adalah kerabat Rasulullah SAW. Beberapa sahabat yang terkemuka telah menyampaikan lamarannya kepada beliau untuk dapat mempersunting Puti beliau, Fatimah. Tapi lamaran oleh beliau ditolak. Beliau mengemukakan bahwa persoalan putrinya diserahkan kepadaAllah SWT. Akan tetapi, hai Ali.. apa sebab sampai sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut putri beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri? Ku harap semoga Allah dan Rosul-Nya akan menahan puteri Rasulullah itu untukmu.”

Mendengar perkataan Abu Bakar ra mata Ali ra berlinang-linang. Menanggapi kata-kata itu Ali ra berkata, “ Hai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang semula tenang. Anda telah mengingatkanku pada suatu yang telah kulupakan. Demi Allah aku memang menghendaki Fatimah. Akan tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku adalah karena aku tidak mempunyai apa-apa”.

Abu bakar ra terharu mendengar jawaban Ali yang memelas itu. Untuk membesarkan dan menguatkan hati Ali ra, Abu Bakar berkata, “ Hai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan RosulNya dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan belaka”.

Akhirnya setelah berlangsung lama dialog antara Ali dan Abu Bakar, Abu Bakar berhasil mendorong keberanian Ali untuk melamar puteri Rosulullah SAW.

Beberapa waktu kemudian, Ali ra datang menghadap Rosulullah SAAW yang ketika itu sedang berada di rumah Ummu Salamah. Mendengar pitu diketuk orang, Ummu Salamah bertanya kepada Rasul, “ Siapakah yang mengetuk pintu?” Rasul menjawab, “ Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yang dicintai Allah dan RasulNya, da diapun mencintai Allah dan Rasulnya!”.

Jawaban Nabi Muhammand SAW belum memuaskan Ummu Salamah, ia pun bertanya lagi, “ Iya… tetapi siapakah dia itu?”, “ Dia saudaraku, orang kesayanganku” jawab Rasulallah. Ummu Salamah berdiri cepat-cepat menuju pintu sampai kakinya terantuk-antuk. Setelah pintu dibuka, ternyata orang yang datang itu Ali bin Abu Thalib.

Ummu lalu kembali ketempat semula. Kemudian Ali masuk, kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasulullah Saw. Ia dipersilahkan duduk di depan beliau. Ali bin Abi Thalib menundukkan kepala, seolah-olah mempunyai maksud. Tetapi malu untuk mengutarakannya.

Rasulullah mendahului berkata, “Hai Ali, nampaknya engkau mempunyai suatu keperluan. Katakanlah apa yang ada dalam pikiranmu. Apa saja yang engkau perlukan, akan kau peroleh dariku!”

Mendengar kata-kata Rasulullah saw yang demikian itu, lahirlah keberanian Ali bin Abu Thalib untuk berkata, “Maafkanlah ya Rasulullah. Anda tentu ingat bahwa Anda telah mengambil aku dari paman anda Abu Thalib, dan bibi Anda Fatimah binti Asad, dikala aku masih anak-anak dan belum mengerti apa-apa. Sesungguhnya Allah telah memberi hidayah kepadaku melalui anda juga. Dan anda ya Rasulullah adalah tempat aku bernaung dan anda jugalah yang menjadi wasilahku di dunia dan di Akhirat. Setelah Allah membesarkan diriku dan sekarang menjadi dewasa, aku ingin berumah tangga, hidup bersama seorang isteri. Sekarang aku menghadap untuk melamar putri anda, Fatimah”.

“Ya Rasulullah, apakah anda berkenan menyetujui dan menikahkan diriku dengan Fatimah?”

Wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum beliau berkata, “Hai Ali, apakah engkau memiliki bekal mas kawin?”

“Demi Allah” jawab Ali bin Abi Thalib dengan terus terang, “Anda sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang tidak anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi, sebilah pedang dan seokor unta.”

“Tentang pedang itu,” kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin Abi Thalib “Engkau tetap membutuhkannya untuk melanjutkan perjuangan di jalan Allah dan untamu itu engkau juga butuh untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas dasar maskawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira, sebab Allah ‘Azza wajalla sebenarnya sudah lebih dulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi!”

Setelah segela-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira, dengan disaksikan oleh para sahabat, Rasul Allah Saw mengucapkan kata-kata ijab Kabul pernikahan puterinya, “Bahwasannya Allah Swt memerintahkan aku supaya menikahkan engkau Fatimah atas dasar maskawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.”

“Ya Rasul Allah, itu aku terima dengan baik”, jawab Ali bin Abi thalib ra dalam pernikahannya itu


Sumber: sejarah hidup Imam Ali bin Abi Thalib ra, karya Al-Hamid Al-Husaini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar