Sebuah pertanyaan yang terkadang tak penting untuk dijawab
dan dianggap sebuah lelucon kebayakan orang yang belum memahami makna hidup dan
tujuan sebenarnya dalam kehidupan ini, yaitu “Apakah Anda telah merasa siap menikah? Atau Sudahkan anda mempersiapkan pernikahan anda?”. Bagi anda yang
mengetahui dan yakin bahwa Pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasulullah
saw dan juga sebagai amal ibadah yang dengannya menyempurnakan separuh agama
kita, maka saya berani mengatakan dan percaya bahwa anda adalah orang yang
cerdas dan bijak dengan mempersiapkan sedini mungkin baik secara keilmuan maupun secara finansial
dan tentunya sudah mempunyai targetan kapan akan menikah, karena hal itu adalah
bagian dari sebuah proses ibadah.
Berbicara masalah kesiapan seseorang untuk menikah, maka
saya ingin mengatakan bahwa jangan sampai menunggu kesiapan anda mencapai
seratus (100) persen, sebab rasa-rasanya Anda tidak akan pernah berada dalam
suatu kondisi dimana bisa mengatakan telah siap seratus persen. Cukuplah
persiapan anda mencapai sebagian besarnya, lebih dari limapuluh persen. Sisa
kekurangannya bisa Anda lakukan bersamaan dengan proses menuju pernikahan itu
sendiri, dalam hal ini yang ingin saya
bicarakan adalah sebuah proses ta’aruf sebagai alternatif yang bisa kita melakukan
dalam penjagaan diri agar Allah Azzawajallah memberkahi proses tersebut.
Disisi lain yang sangat penting adalah anda harus merasa
mantap dan tidak ragu-ragu, sebab Rasulullah Saw. Mengajarkan kepada kita: “Tinggalkan
hal-hal yang meragukanmu menuju hal-hal yang tidak meragukanmu.” (HR.
Tirmidzi)
Terkhusus bagi sahabat yang saya cintai karena Allah yang
yakin dan siap untuk segera menikah, untuk berada dalam kondisi tidak ragu-ragu
saat melakukan proses pernikahan (Proses Ta’aruf). Anda harus berada dalam
kondisi yang yakin, bahwa anda memang telah siap untuk menikah dengan segala
resiko dan konsekuensinya serta sebuah keyakinan akan janji Allah sebagaimana
dalam pembahasan sebelumnya:
“Dan nikahkanlah
orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang
layak manikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika
mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya.
Dan Allah Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.” (QS.
An-Nur 24: 32)
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada Anda untuk bisa
memiliki kesiapan yang optimal saat memasuki proses ta’aruf dan bisa melakukan
penjagaan diri sehingga Allah memberkahinya. Untuk itu, bersihkan niat anda
dengan menjaga kebaikan diri anda dan segeralah melakukan aktivitas
selanjutnya. Berikut ini sebuah manajemen ta’aruf yang sekaligus sebagai
pengalaman saya sebagai penulis saat melakukan proses ta’aruf hingga pernikahan
itu dilaksanakan.
1.
Menentukan Batas Waktu Kesiapan
Dalam melakukan persiapan secara
maksimal, sebaiknya laki-laki dan perempuan memiliki perhitungan yang matang
kapan saatnya menikah dan menentukan kapan proses ta’aruf itu akan dimulai.
Dengan perhitungan tersebut diharapkan akan ada pertimbangan yang ilmiah dan
realistis terhadap keputusan dalam menentukan pilihan hidup. Jika batas waktu
kesiapan untuk menikah masih cukup lama, maka sebaiknya bisa menjaga diri
dengan baik dan tidak memutuskan untuk melakukan proses ta’aruf. Tapi, apabila
batas waktu itu sudah dekat, maka bersegeralah untuk melakukan proses
berikutnya yaitu proses ta’aruf dengan sungguh-sungguh dengan niat
Lillahita’ala.
Perkara menentukan batas waktu terkait
dengan kesiapan kita untuk menikah dan melakukan proses ta’aruf bukanlah sebuah
hal yang main-main dan biasa, melainkan sebuah hal yang luar biasa karena disitu
terdapat ujian mental dan keyakinan untuk kita memutuskan sikap terkait dengan
pilihan hidup. Maka dari itu kita membutuhkan manajemen dari proses yang kita
lakukan. Dalam ilmu manajemen kita mengenal berbagai perangkat perencanaan dan
evaluasi yang bisa digunakan membantu kegiatan-kegiatan keseharian, manajemen
itu kita kenal dengan sebutan Manajemen SWOT (strength, weakness,
opportunities, dan treaths). Dengan manajemen tersebut kita bisa mencari
titik-titik kekuatan yang kita miliki, kelemahan, peluang dan tantangan,
sehingga anda bisa menentukan kekuatan dan kelemahan apa yang saat ini dimiliki
untuk menuju ke gerbang pernikahan.
Dengan manajemen SWOT tersebut Anda bisa
membuat perencanaan kapan Anda akan melaksanakan pernikahan dan tentunya bisa
segera memutuskan kapan akan melakukan proses ta’aruf. Misalnya hasil dari
sebuah SWOT yang anda lakukan, Anda baru siap menikah paling cepat dua tahun
lagi dari sekarang. Jika itu adalah keputusannya, maka menjalin hubungan dengan
seseorang untuk menjadi calon istri atau suami Anda dari sekarang adalah
perbuatan yang cenderung mendatangkan fitnah dan kemudharatan. Mengapa? Sebab
kalaupun anda menjalin hubungan dari sekarang dan anda akan menikah masih dua
tahun lagi atau bahkan lebih lama dari itu. Sementara itu tidak ada jaminan
bahwa hubungan yang anda jalin dari sekarang akan membawa kabaikan dalam
keluarga nantinya.
Sebaiknya Anda tidak terfokuskan untuk
mencari pasangan hidup saat ini. Lebih baik Anda memfokuskan diri untuk
melakukan perbekalan dan tentunya pembinaan biri, termasuk dalam hal ini
menyiapkan peluang-peluang menjadi kekuatan, sehingga anda memiliki kesiapan
yang lebih baik untuk menuju gerbang pernikahan. Anda tidak perlu khawatir
bahwa kalau tidak mendapatkan pasangan hidup dari sekarang, nanti akan tidak
laku atau tidak mendapatkan jodoh. Alasan inilah yang sering menyebabkan
kalangan pemuda atau pemudi dan bahkah tak jarang aktivis dakwah mengambil
pilihan pacaran agar memiliki kepastian calon suami atau istri.
Jika saat ini Anda telah memiliki
kesiapan cukup baik sehingga berani memutuskan untuk menikah setengah tahun
lagi atau dalam satu tahun ini, maka sudah layak bagi anda untuk berfikir
mengenai calon pendamping anda. Anda sudah mulai mencurahkan perhatian dan
melakukan berbagai usaha yang sejalan dengan semangat Islam untuk mendapatkan
calon suami atau istri sesuai kriteria yaitu melalui proses ta’aruf, dan semoga
itu adalah sebuah jalan yang baik.
Dengan demikian penentuan batas waktu
kesiapan ini sangat penting untuk menentukan, kapan saatnya Anda harus memulai
mencari calon pendamping hidup. Jika anda tidak menentukan batas waktu, tidak
akan ada kejelasan mengenai status hubungan yang anda jalin dengan seseorang
untuk menempuh hidup berkeluarga dan justru anda akan terjebak dalam
ketidakpastian dan akan terjerumus dalam kemudharatan, sehingga berkah Allah
tidak bisa kita rasakan.
Akhirnya, setelah menentukan batas
kesiapan untuk menikah dan penentuan waktu untuk memulai proses ta’aruf,
penjagaan diri harus senantiasa dilakukan oleh kedua belah pihak agar aman dari
fitnaf, dan penjagaan ini bisa dilakukan dengan proses pembinaan diri dan tetap
berada pada komunitas orang-orang baik yang sholeh. Pembahasan tentang
penjagaan proses ta’aruf akan kita bahas lebih lengkap pada pembahasan
selanjutnya.
2.
Berkomunikasi dengan Orang Sholeh
Sebuah proses yang baik dan terjaga akan mengundang
keberkahan dari Allah swt dengan diberikannya sakinah mawaddah wa rahmah dalam sebuah rumah tangga. Maka dari
itu, dalam sebuah proses ta’aruf agar tidak terjebak ke dalam keinginan nafsu
semata, hendaknya yang bersangkutan melakukan komunikasi dengan orang-orang
sholeh dalam memantapkan pilihan untuk menikah dan menentukan pasangan hidup.
Terkhusus dalam hal ini adalah komunikasi dengan orang tua yang telah
melahirkan dan membesarkan kita dengan pengorbanan dan penuh kasih sayang.
Mengapa hal ini harus dilakukan? Karena orang tua adalah yang memiliki hak
perwalian pada pernikahan anak-anaknya dan tentunya do’a dan restu orang tualah
yang kita harapkan dalam sebuah proses ta’aruf hingga pernikahan, tanpa do’a
dan restu dari orang tua tentunya kebahagiaan kita belum sempurna dan bisa jadi
kita menjadi anak yang durhaka kepada orang tua.
Disisi lain, sekarang banyak kalangan orang tua yang tidak memahami
agama sehingga memiliki orientasi yang kurang tepat dalam pernikahan
anak-anaknya. Pada saat seperti inilah, selain meminta pendapat dan istiyarah dengan orang tua dan keluarga,
anda perlu berkomunikasi dalam rangka meminta pendapat (musyawarah) kepada
orang sholeh seperti murabbi / guru, teman atau yang lainnya dan tentunya yang
amanah dan paham.
Begitu pentingnya komunikasi (musyawarah) itu harus
senantiasa dilakukan, sehingga Umar bin Khattab r.a pernah mengatakan, “Tidak
ada kebaikan yang kuat pada suatu perkara yang dilakukan tanpa proses
musyawarah.” Hasan Al-Basri mengatakan, “Tiada suatu kaum yang
melakukan musyawarah kecuali urusan mereka akan mendapatkan petunjuk.” Sebagian
yang lainnya, sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdul Qadir Abu Faris,
mengatakan, “Bermusyawarahlah dengan orang yang mempunyai pengalaman, sebab ia
akan memberikan pendapatnya tentang apa yang biasa terjadi, sedang angkau
mengambil pendapat itu secara Cuma-Cuma.”
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib menyebutkan tujuh manfaat
dari musyawarah, yaitu dapat mengambil kesimpulan yang benar, mencari pendapat,
menjaga diri dari kekeliruan, menghindarkan celaan, menciptakan stabilitas
emosi, keterpaduan hati dan mengikuti atsar. Sedangkan Abu Salim Muhammad bin
Thalhah menyebutkan manfaat musyawarah diantaranya menguatkan tekad, memberikan
keberuntungan, memperjelas yang haq, memperluas udzur dan menjauhkan
penyesalan.
3.
Menentukan Pilihan
Menentukan pilihan sebaiknya dilakukan
setelah ada kesiapan diri, dengan sebuah perhitungan waktu yang realistis.
Tentunya dalam menentukan pilihan ini pertimbangan agama harus menjadi dasar
pertama, sebelum pertimbangan kecantikan atau ketampanan, kedudukan atau
keturunan, dan kekayaan. Untuk mengetahui kondisi masing-masing pihak bisa diketahui
dalam perjalanan proses ta’aruf, salah satunya bisa secara langsung atau
melalui orang lain yang dipercaya kebaikannya.
Dalam penentuan calon suami ataupun
istri tentunya harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan penerimaan yang utuh,
tidak ada paksaan dan keterpaksaan serta meluruskan niat, sehingga tidak ada penyesalan ataupun
kekecewaan dibelakang hari.
BERSAMBUNGGGGGG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar