Fatimah Az-Zahra adalah wanita cantik yang dilahirkan
delapan tahun sebelum hijrah di Mekkah dari Siti Khodijah istri pertama
Rosulullah Saw. Fatimah dibesarkan di bawah asuhan ayahnya. Fatimah memiliki pembawaan
yang tenang dan perangainya yang melankolis.
Ajaran, bimbingan dan aspirasi ayahnya yang agung itu
membawanya menjadi pribadi wanita berbudi tinggi, ramah tamah, simpatik dan
tahu mana yang benar. Ia sangat mirip dengan ayahnya, baik roman maupun dalam
hal kebiasaan shaleh. Fatimah adalah putri yang paling disayangi Rosulullah.
Pada beberapa kesempatan Rosulullah menunjukan rasa
sayangnya kepada Fatimah. “Oh.. Fatimah, Allah tidak suka orang yang
membuatmu tidak senang, dan Allah akan senang orang yang kau senangi”.
Juga Rosulullah dikabarkan telah berucap, “ Fatimah itu anak saya, siapa yang
membuatnya sedih, berarti membuataku juga menjadi sedih, dan siapa yang
menyenangkannya, berarti menyenangkan aku juga”.
Aisyah, istri Nabi tercinta juga pernah berkata, “
Saya tidak pernah berjumpa dengan sosok pribadi yang lebih besar daripada
Fatimah, keculi kepribadian ayahnya ”. Atas suatu pertanyaanAisyah
menjawab, “ fatimahlah yang paling disayang oleh Rosululloh”. Bahkan
Rasulullah sendiri mengatakan bahwa Fatimah akan menjadi “Ratu segenap wanita yang berada
di surge”
Maka tak heran jika Abu Bakar dan Umar bin Khattab keduanya
berusaha agar dapat menikah dengan Fatimah, Tapi Rosulullah hanya diam
mendengar pinangan dari kedua Sahabat beliau itu.
Hingga pada suatu hari Abu Bakar As-Shiddik ra, Umar Ibnu
Khattab ra, dan Sa’ad Bin Mu’adz bersama-sama dengan Rosulullaoh SAW duduk di
dalam masjid beliau. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara lain persoalan putri
Rasulullah, Fatimah Az-Zahra.
Saat itu Rasulullah bertanya kepada Abu Bakar ra, “
Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah kepada Ali bin Abu
Thalib?”. Abu Bakar menyatakan kesediannya. Lalu Ia pun beranjak untuk
menemui Ali bin Abu Thalib.
Saat Ali melihat datangnya Abu Bakar, dengan sambil tergopoh-gopoh
dan terperanjat ia menyambutnya, kemudian bertanya, “ Anda datang membawa berita
apa?”. Setelah duduk beristirahat sejenak, Abu bakar segera menjelaskan
maksud persoalannya datang menemui Ali. “ Hai Ali, engkau adalah orang pertama yang
beriman kepada Allah dan Rosul-Nya serta memiliki keutamaan lebih dibanding
dengan orang lain. Demikian juga engkau adalah kerabat Rasulullah SAW. Beberapa
sahabat yang terkemuka telah menyampaikan lamarannya kepada beliau untuk dapat
mempersunting Puti beliau, Fatimah. Tapi lamaran oleh beliau ditolak. Beliau
mengemukakan bahwa persoalan putrinya diserahkan kepadaAllah SWT. Akan tetapi,
hai Ali.. apa sebab sampai sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut putri
beliau itu dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri? Ku harap
semoga Allah dan Rosul-Nya akan menahan puteri Rasulullah itu untukmu.”
Mendengar perkataan Abu Bakar ra mata Ali ra
berlinang-linang. Menanggapi kata-kata itu Ali ra berkata, “ Hai Abu Bakar, anda telah
membuat hatiku goncang yang semula tenang. Anda telah mengingatkanku pada suatu
yang telah kulupakan. Demi Allah aku memang menghendaki Fatimah. Akan tetapi
yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku adalah karena aku tidak mempunyai
apa-apa”.
Abu bakar ra terharu mendengar jawaban Ali yang memelas itu.
Untuk membesarkan dan menguatkan hati Ali ra, Abu Bakar berkata, “ Hai
Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi Allah dan RosulNya dunia dan
seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan belaka”.
Akhirnya setelah berlangsung lama dialog antara Ali dan Abu
Bakar, Abu Bakar berhasil mendorong keberanian Ali untuk melamar puteri
Rosulullah SAW.
Beberapa waktu kemudian, Ali ra datang menghadap Rosulullah
SAAW yang ketika itu sedang berada di rumah Ummu Salamah. Mendengar pitu
diketuk orang, Ummu Salamah bertanya kepada Rasul, “ Siapakah yang mengetuk pintu?”
Rasul menjawab, “ Bangunlah dan bukakan pintu baginya. Dia orang yang dicintai Allah
dan RasulNya, da diapun mencintai Allah dan Rasulnya!”.
Jawaban Nabi Muhammand SAW belum memuaskan Ummu Salamah, ia pun
bertanya lagi, “ Iya… tetapi siapakah dia itu?”, “ Dia saudaraku, orang kesayanganku”
jawab Rasulallah. Ummu Salamah berdiri cepat-cepat menuju pintu sampai kakinya
terantuk-antuk. Setelah pintu dibuka, ternyata orang yang datang itu Ali bin
Abu Thalib.
Ummu lalu kembali ketempat semula. Kemudian Ali masuk,
kemudian mengucapkan salam dan dijawab oleh Rasulullah Saw. Ia dipersilahkan
duduk di depan beliau. Ali bin Abi Thalib menundukkan kepala, seolah-olah
mempunyai maksud. Tetapi malu untuk mengutarakannya.
Rasulullah mendahului berkata, “Hai Ali, nampaknya engkau mempunyai
suatu keperluan. Katakanlah apa yang ada dalam pikiranmu. Apa saja yang engkau
perlukan, akan kau peroleh dariku!”
Mendengar kata-kata Rasulullah saw yang demikian itu,
lahirlah keberanian Ali bin Abu Thalib untuk berkata, “Maafkanlah ya Rasulullah. Anda
tentu ingat bahwa Anda telah mengambil aku dari paman anda Abu Thalib, dan bibi
Anda Fatimah binti Asad, dikala aku masih anak-anak dan belum mengerti apa-apa.
Sesungguhnya Allah telah memberi hidayah kepadaku melalui anda juga. Dan anda
ya Rasulullah adalah tempat aku bernaung dan anda jugalah yang menjadi
wasilahku di dunia dan di Akhirat. Setelah Allah membesarkan diriku dan sekarang
menjadi dewasa, aku ingin berumah tangga, hidup bersama seorang isteri.
Sekarang aku menghadap untuk melamar putri anda, Fatimah”.
“Ya Rasulullah, apakah anda berkenan menyetujui dan
menikahkan diriku dengan Fatimah?”
Wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum
beliau berkata, “Hai Ali, apakah engkau memiliki bekal mas kawin?”
“Demi Allah” jawab Ali bin Abi Thalib dengan terus terang,
“Anda sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku
yang tidak anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi,
sebilah pedang dan seokor unta.”
“Tentang pedang itu,”
kata Rasulullah menanggapi jawaban Ali bin Abi Thalib “Engkau tetap membutuhkannya
untuk melanjutkan perjuangan di jalan Allah dan untamu itu engkau juga butuh
untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau memerlukannya
dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu aku hendak menikahkan engkau hanya atas
dasar maskawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima barang itu dari
tanganmu. Hai Ali engkau wajib bergembira, sebab Allah ‘Azza wajalla sebenarnya
sudah lebih dulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di
bumi!”
Setelah segela-galanya siap, dengan perasaan puas dan hati
gembira, dengan disaksikan oleh para sahabat, Rasul Allah Saw mengucapkan
kata-kata ijab Kabul pernikahan puterinya, “Bahwasannya Allah Swt memerintahkan aku
supaya menikahkan engkau Fatimah atas dasar maskawin 400 dirham (nilai sebuah
baju besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu.”
“Ya Rasul Allah, itu aku terima dengan baik”, jawab Ali bin Abi thalib ra dalam pernikahannya itu
Sumber:
sejarah hidup Imam Ali bin Abi Thalib ra, karya Al-Hamid Al-Husaini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar