Mengapa
harus menikah?. Pernikahan merupakan perjanjian perkawinan yang
dilaksanakan oleh dua orang (pria dan wanita) dengan tujuan meresmikan ikatan
perkawinan secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Apabila ada
seorang Pria dan Wanita sedang menjalin asmara, alangkah baiknya jika
meneruskannya ke jenjang pernikahan
sebelum terjerumus pada jalur kemaksiatan. Mengapa harus menikah? Padahal tanpa nikah pun saya juga bisa
memiliki pasangan. OOOwww itu salah.
Perlu anda ketahui, pada dasarnya
manusia adalah mahluk “Zoon Politicon”
artinya manusia selalu bersama manusia lainnya dalam pergaulan hidup dan
kemudian bermasyarakat. Hidup bersama
dalam masyarakat merupakan suatu gejala yang biasa bagi manusia dan hanya
manusia yang memiliki kelainan saja yang ingin hidup mengasingkan diri dari
orang lain. Salah satu bentuk hidup bersama yang terkecil adalah keluarga.
Keluarga ini terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang terbentuk karena
pernikahan.
Fitrah manusia adalah hidup berdampingan
dengan sesamanya. Mungkin ada manusia yang nyaman hidup sendiri, tetapi pasti
di dalam hatinya terselip rasa sepi, ia ingin ditemani, ia butuh orang lain di
dalam hidupnya. Inilah keindahan dalam syariat Islam, sampai hal yang seperti
ini pun difasilitasi. Ya, itulah pernikahan yang akan menjauhkan seseorang dari
perbuatan maksiat kepada Allah Swt terutama perbuatan zina. Maka dari itulah
Allah Swt memerintahkan hamba-Nya untuk menikah.
Maka dari itu Menikahlah!!! Mengapa tidak. Seharusnya sikap seperti inilah yang
harus senantiasa tertanamkan dalam diri seseorang, khususnya diri seorang
muslim. Karena menikah merupakan perintah Allah sekaligus menjadi sunnah para
Nabi dan petunjuk para Rasul. Mereka itulah para pemimpin yang harus kita ikuti
petunjuknya.
Allah Swt berfirman, “Dan sesungguhnya, kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum kamu, dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri
dan keturunan…” (QS.
Ar-Rad 13: 38)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi bersumber dari Abu Ayyub radhiyallahu Anhu disebutkan, bahwa
sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Empat hal yang termasuk sunnah para Rasul ialah, memakai pacar,
memakai parfum, siwak dan nikah”
Islam memandang pernikahan sebagai
bagian yang utuh dari keberagamaan seseorang, artinya dengan seseorang beragama
islam pada saat yang sama kepadanya dikenakan aturan pernikahan. Rasulullah Saw
telah bersabda, “Apabila
seseorang melaksanakan pernikahan, berarti telah menyempurnakan separuh
agamanya, maka hendaklah ia menjaga separuh yang lain dengan bertakwa kepada
Allah.” (HR. Baihaqi dari Anas bin Malik)
Demikian juga pengarahan dari Nabi Saw, “Menikah adalah sunnahku, maka barang siapa tidak suka dengan
sunnahku, ia bukan termasuk golonganku. Menikahlah, karena aku akan
membanggakan jumlahmu yang banyak di hari akhir nanti.” (HR.
Ibnu Majah dari Aisyah r.ha)
Berikut ini hadits Anas bin Malik ra. Ia
berkata, “Ada tiga kelompok orang bertemu ke rumah salah satu isteri Nabi Saw.
Mereka menanyakan tentang ibadah Nabi. Setelah diberi tahu, mereka seolah
menyepelekannya. Mereka berkata, “Bagaimana posisi kami dibanding Nabi, sebagai
orang yang dosanya dimasa lalu dan yang akan datang telah diampuni oleh Allah?”
Salah seorang mereka ada yang berkata, “Aku
selalu shalat malam.” Yang lain berkata, “kalau aku selalu berpuasa.”
Dan yang lainnya berkata, “kalau aku, selalu menjauhi wanita dan tidak
menikah untuk selamanya.”
Lalu Rasulullah Saw datang, beliau
bersabda,“Kalian tadi
mengatakan begini dan begitu? Demi Allah aku adalah orang yang paling takut dan
paling bertakwa kepada Allah diantara kalian. Tetapi meski demikian, aku
berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku tidur, dan aku pun menikahi
wanita. Barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia bukan termasuk
golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam membicarakan masalah pernikahan
sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah, sesuai dengan firmannya dalam
al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21,“Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikannya diantaranya rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berpikir.”
Realita pada masyarakat sekarang,
khususnya para pemuda tertanamkan dalam dirinya perasaan ragu-ragu, enggan dan
bahkan takut untuk memutuskan melakukan pernikahan lantaran merasa belum
sanggup memikul beban dan tanggung jawab didalamnya. Tetapi justru Islam ingin
memalingkan pandangannya seraya berusaha meyakinkan, bahwa sesungguhnya Allah
Swt akan menjadikan pernikahan sebagai jalan untuk meraih kekayaan, menghilangkan
beban-beban tersebut, dan menolongnya dengan kekuatan yang membuat ia sanggup
mengatasi sebab-sebab kemiskinan.
Allah Swt berfirman, “Dan
kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika
mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Mahaluas pemberianNya lagi maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
Alqamah bin Qais menceritakan bahwa
suatu ketika ia tengah berjalan bersama Abdullah bin Mas’ud di Mina. Ditengah
jalan ia bertemu dengan Utsman, kemudian berbincang-bincang. Utsman berkata
kepada Abdullah bin Mas’ud, “Wahai Abu Abdurrahman, tidak maukah engkau aku
nikahkan dengan wanita muda agar dapat mengingatkan masa mudamu yang telah
lewat?” Abdullah menjawab, “Jika kau berkata begitu, sesungguhnya Rasulullah
Saw sendiri pernah bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa telah mampu diantara kalian
hendaklah melaksanakan pernikahan, karena ia dapat menundukkan pandangan dan
menjaga kemaluan (kehormatan). Barang siapa tidak mampu hendaklah berpuasa,
karena ia menjadi benteng perlindungan.” (HR. Bukhari, Muslim,
Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)
Sebagian ulama kita memberikan
penjelasan bahwa yang di maksud dengan “mampu”
dalam hadits diatas adalah kemampuan untuk berjimak. Akan tetapi menilik dari
tujuan pernikahan yang sangat agung yaitu menciptakan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, maka kesiapan dalam bentuk
kemampuan berjimak saja tentulah tidak cukup.
Laki-laki dan perempuan pada kewajaran
fitrahnya akan memiliki rasa suka atau tertarik pada lawan jenis. Islam
menjadikan pernikahan sebagai jalan terhormat untuk memformat kasih sayang di
antara dua jenis manusia. Dengan pernikahan itu pula akan terlahir keturunan
secara terhormat. Maka wajar saja jika pernikahan menjadi suatu peristiwa yang
diharapkan oleh mereka yang memiliki kesucian fitrah.
“Tidak ada yang bisa dilihat (lebih indah) oleh orang yang saling
mencintai seperti halnya pernikahan.” (HR. Hakim dishahihkan
dengan syarat muslim)
Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Ukaf bin
Wada’ah Al-Hilali, “Apakah engkau telah
beristeri wahai ‘Ukaf?” ia menjawab, “Belum.”
Rasulullah Saw bersabda, “Tidakkah engkau
mempunyai budak perempuan?” jawabnya, “Tidak.”
Sabda Beliau, “Bukankah engkau sehat lagi
berkemampuan?” jawab ‘Ukaf, “Ya,
Alhamdulillah.” Maka beliau bersabda,
“Kalau
begitu engkau termasuk teman setan. Karena engkau mungkin termasuk pendeta
nasrani, lantaran itu berarti engkau termasuk dalam golongan mereka. Atau
mungkin engkau termasuk golongan kami, lantaran itu hendaklah engkau berbuat
seperti yang menjadi kebiasaan kami, karena kebiasaan kami adalah beristeri. Orang yang paling durhaka diantara kalian
ialah yang membujang, dan orang yang mati paling hina diantara kamu ialah
kematian membujang. Sungguh celaka kamu wahai ‘Ukaf. Oleh karena itu
menikahlah!”
“Wahai
Rasulullah,“ jawab ‘Ukaf, ”Aku tidak
mau menikah sebelum engkau menikahkan aku dengan orang yang engkau sukai.”
“Kalau
begitu, dengan nama Allah dan berkahNya, aku nikahkan engkau dengan Kultsum
Al-Khumairi.” (HR. Ibnu Atsir dan Ibnu Hajar).
Amat jelas pengarahan Rasulullah Saw
diatas. Orang yang paling durhaka di antara kita adalah yang membujang, dan
orang mati yang paling hina diantara kita adalah kematian membujang. Itulah
sebabnya Imam Malik berpesan, “Seandainya saya akan mati beberapa saat
lagi, sedangkan isteri saya sudah meninggal dunia, maka saya akan segera
menikah lagi.”
Bahkan lebih tegas lagi Rasulullah Saw
memberikan pengarahan kepada ummatnya: “Barangsiapa telah mempunyai kemampuan untuk menikah kemudian dia
tidak menikah maka dia bukan termasuk umatku”. (HR Thabrani dan
Baihaqi)
Akhirnya saya ingin mengatakan bahwa
pernikahan merupakan bagian dari aplikasi keberislaman seseorang. Inilah rahmat
islam bagi semesta alam. Dengan pernikahan tercegahlah kerusakan moral, dengan
pernikahan terjagalah keturunan, dengan pernikahan terciptalah ketenangan hidup
dan berkah. Maka atas alasan apakah banyak pemuda kita zaman sekarang yang
tidak mensegerakan melaksanakan pernikahan, sedangkan mereka telah memiliki
kemampuan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar