Oleh: Aira Al-Khattab
Alhamdulillah… Segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb semesta alam dan
seluruh isinya. Maha Suci Allah yang mengaruniakan hati pada setiap anak
manusia, hingga setiap hati itu mampu merasakan cinta dan membuat setiap
makhluknya saling berkasih sayang. Dialah Allah yang menciptakan manusia
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Hingga saya bisa
bertemu dengan seorang ikhwan yang berasal dari suku di seberang sana, yang
sebelumnya sama sekali belum saya kenal dan kini kami berusaha saling mengenal
dan saling mencintai atas dasar cinta karenaNya.
Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurah pada hamba Allah yang paling mulia,
tauladan terbaik setiap anak manusia, Rasulullah Muhammad SAW. Yang telah
memperjuangkan nilai-nilai kehambaan yang sesungguhnya hingga kita mampu
merasakan indahnya iman dalam naungan islam. Semoga shalawat dan salam ini pun
senantiasa tercurah kepada seluruh keluarga beliau, sahabatnya, orang-orang
sholeh pilihan Allah dan tentunya kepada kita sebagai umatnya yang selalu
berusaha menauladani beliau sampai akhir zaman, amin… amin ya Rabbal ‘alamin…
Suami
tercinta meminta saya untuk menuliskan kata pengantar di buku karya pertamanya
ini. Sebenarnya belum terlalu banyak ide untuk menuliskannya, tapi mengalir
saja. Semoga bisa menuliskan hal-hal yang terbaik dan membawa keberkahan untuk
siapa pun yang membacanya, amin…
Melukis
Cinta Meraih Bahagia, merupakan sebuah rangkaian kata sederhana yang
tentunya diharapkan oleh setiap mereka yang mencintai. Karena siapapun yang
merasakan cinta, pasti berharap kisahnya berakhir bahagia baik di dunia maupun
di akhirat. Tapi bagaimana kiranya agar cinta yang kita rasakan bisa sampai
pada derajat bahagia dan penuh keberkahan?
Sebuah
kalimat sederhana yang saya dapatkan ketika bertafakur, bukankah tujuan kita
menikah untuk mencari keridhaanNya. Tapi bagaimana mungkin pernikahan kita
mendapat ridhaNya? Jika sebelum menikah saja kita sudah banyak menodai proses ta’aruf
kita dengan segala sesuatu yang tidak diridhaiNya. Dari sana saya
berkesimpulan, agar pernikahan itu penuh keberkahan maka tentulah proses yang
kita lakukan pun harus senantiasa dilakukan dengan cara-cara yang diridhaiNya.
Yakni sebuah proses ta’aruf yang senantiasa terjaga.
Dulu
saat masih gadis saya pernah takut untuk menikah, alasannya sangat na’if.
Karena dulu saya takut memperoleh suami yang tidak mampu menjaga kehormatannya.
Bahkan dulu saya membandingkan bahwa ikhwan yang benar-benar terjaga itu hanya
ada satu diantara sejuta. Melihat fenomena banyaknya ikhwan yang kurang terjaga
dengan banyak mengumbar janji, sehingga apakah mungkin orang yang satu itu bisa
didapatkan? Tapi saya tafakuri kembali satu hal, sebelum kita meminta seorang
yang terjaga, kita harus mampu menjaga kehormatan kita terlebih dahulu. Sebelum
kita mengharapkan seorang yang sholeh, kita harus mensholehkan diri kita dulu.
Karena bukankah janji Allah sudah pasti, seorang yang baik adalah untuk mereka
yang baik, dan seorang yang burukpun
disediakan untuk mereka yang buruk.
Hingga
suatu hari, tepatnya pada akhir februari 2011 sebuah proposal ikhwan diberikan
kepada saya. Seorang ikhwan yang benar-benar tidak saya kenal, bahkan tidak
pernah terlintas sedikitpun dalam pikiran saya. Beliau adalah ikhwan Makasar
yang tinggal di Palembang. Karena bermacam ujian yang harus dihadapi oleh
masing-masing pihak membuat ta’aruf ini berjalan cukup lama, yakni sekitar 4
bulan mulai dari penerimaan proposal sampai pelaksanaan akad dan walimah.
Tapi
Alhamdulillah pada tanggal 16 Mei kami bisa berta’aruf secara langsung, ta’aruf
yang kami lakukan cukup lucu saat itu. Karena ta’aruf berjalan beriringan
dengan Training Sukses Sebelum Lulus Kuliah, jadi kami bisa saling menilai
bagaimana kinerja kami dalam dunia training. Keesokan harinya beliau
silaturahim pada orangtua, dan sungguh luar biasa setelah melakukan proses
istikharah untuk lebih meyakinkan diri pada malam tanggal 18 mei beliau
mengkhitbah saya secara langsung kepada orang tua.
Singkat
cerita pada tanggal 8 juli 2011 pukul 08.00 WIB bertempat di Mesjid Al Ikhlas
Cibogo Tengah Bandung. Akad nikah terlaksana dengan khitmah dan penuh
kesyukuran. Akhirnya saya menikah dengan orang yang benar-benar tidak saya
kenal dan insyaallah dengan proses yang terjaga. Sebuah mimpi yang begitu saya
inginkan selama ini, sebuah proses ta’aruf yang terjaga.
Satu
hal yang pasti yang saya rasakan saat ini, ketika kita selalu menjaga diri dalam proses menuju pernikahan maka
keberkahan akan selalu mengiringi kehidupan kita. Begitupun yang saya rasakan
saat ini, ketika saya memandang dan mengetahui akhlaq suami saya. Maka hanya
kesyukuran dan kekaguman yang saya rasakan.
Ternyata
berkah itu benar-benar terasa. Ketika kita berusaha menjaga diri untuk setiap
proses kehidupan kita, salah satunya proses untuk menikah. Maka keberkahan dan
kebahagiaan akan selalu menghiasi kehidupan pernikahan kita, inilah janji
Allah. Saya tidak menikah dengan orang yang saya cintai, tapi saya mencintai
orang yang menikahi saya. Betapa indah ketika kita menikah dengan orang
yang baru kita kenal, saat melihatnya menjadi suami kita, hati hanya mampu
berucap syukur dan berdecak kagum, “Subhanallah,
ternyata seperti ini suami yang Allah karuniakan untuk saya…” Allah memang
tak pernah mengecewakan hambaNya. Inilah indahnya cinta, saat kita melukis
cinta biarlah kebahagiaan itu kita raih dengan terus menjaga keberkahan dalam
sebuah pernikahan.
Beberapa hari setelah menikah kami bernostalgia ke Mesjid Al
Manar Puter Bandung tempat suami mengkhitbah saya secara langsung, yang ketika
itu kami ditemani Abi dan Umi Fakhri beserta anaknya “teteh Haura”. Setiap
sudut dari mesjid itu beliau amati dengan seksama dan mengambil gambarnya, saya
baru tahu betapa berartinya tempat ini untuk beliau. Padahal dulu saya
menganggap tempat ini biasa saja, saya jadi malu sendiri. Itulah bedanya kami,
beliau yang segala harus detail berdampingan dengan saya yang serba santai.
Dari sana kami mulai mengingat proses ta’aruf kami dan suami menyampaikan maksudnya
untuk menuliskan kisah kami dalam bentuk buku. Atas dasar kebahagiaan dan
keberkahan yang kami rasakanlah ide untuk menulis buku ini keluar. Sebuah buku
sederhana yang kami harapkan bisa menjadi
jalan kebaikan untuk kami dan tentunya kami juga berharap buku ini bisa
bermanfaat untuk ummat. Buku ini berisi tentang pengalaman kami dalam proses
ta’aruf. Dengan harapan pengalaman kami bisa bermanfaat untuk setiap yang
membacanya. Amiin…
Sedikit
renungan yang ingin saya sampaikan pada sahabat semua terkhusus untuk diri saya
sendiri dan para akhwat yang saat ini sudah menikah, masih dalam masa penantian
ataupun sedang menjalani proses ta’aruf. Kita tak pernah tahu jodoh yang Allah
berikan pada kita seperti apa, tapi tentunya saat berikhtiar kita berusaha mencari
ikhwan yang baik. Tapi saat pernikahan nanti tentulah kita akan diuji, termasuk
dari sisi pasangan. Satu hal yang pasti, seperti apapun pasangan kita nanti,
dialah yang terbaik yang diberikan Allah untuk kita. Terimalah dia satu paket,
baik itu kebaikannya ataupun keburukannya dengan penuh kesyukuran dan
kesabaran.
Jadilah Khadijah yang bersyukur saat akhlaqnya seindah
Muhammad, jangan sampai kita kufur nikmat dengan tetap ingkar layaknya istri
Luth dan Nuh yang tetap durhaka meski didampingi seorang yang sholeh. Dan
sediakanlah hati selapang Asiyah saat ia begitu dzalim layaknya fir’aun, jangan
sampai seperti istri Abu Jahal yang ikut ingkar saat seorang dzalim memimpin
kita. Karena sesungguhnya yang menentukan akhir kita bukan seperti apa pendamping
kita, tapi sikap seperti apa yang kita berikan saat mendampinginya. Semoga
Allah memberikan keberkahan untuk keluarga kita, amin ya Rabbal ‘alamin.
============================================
============================================
INFORMASI KERJASAMA TRAINING, BEDAH BUKU, SEMINAR DLL
Hubungi: 081278444491
Tidak ada komentar:
Posting Komentar